Selasa, 06 November 2012

Ujian Akhir Teori Ekonomi 1, membuat Jurnal


Korupsi dan Pemborosan Sumber Daya

Jurnal
Ujian Akhir Teori Ekonomi 1


Disusun oleh:
1.      Gena Enka Lestari      (23211028)
2.     Geni Enka Lestari       (23211029)
3.     Luthfi Yuliana              (24211180)

SMAK05-3
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA


ABSTRAK

Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantasi. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif. 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Belakangan ini masalah korupsi adalah masalah yang belum dapat diatasi dan ditemukan solusinya oleh negara. Sikap korupsi yang dilakukan oleh beberapa aparat negara baik itu wakil rakyat, hukum dan peradilan, pajak, dan bahkan pihak keamanan negara tidak terlepas dari kasus tersebut yang akhirnya akan mengacaukan sistem pemerintahan dan menghambat pembangunan negara. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.
Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Sebab-sebab terjadinya korupsi adalah kemiskinan dan ketidaksetaraan, sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya. Menurut Mc Mullan (1961) akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

1.2              Permasalahan
Seperti kita tahu, Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber dayanya. Namun pada kenyataannya, ekonomi Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lainnya. Padahal cukup banyak orang-orang pintar (berpendidikan tinggi) yang menduduki jabatan penting di struktur pemerintahan. Sayangnya ilmu yang mereka dapat dari hasil studynya bertahun-tahun belum bahkan cenderung tidak digunakan secara optimal. Seharusnya, ilmu itu mereka gunakan untuk membantu pemerintah dalam pembangunan negara yang lebih baik lagi, sehingga kehidupan masyarakat Indonesia lebih makmur dan sejahtera.
Mereka malah lebih mementingkan dirinya sendiri salah satunya dengan mengambil uang negara, yang biasa kita sebut dengan istilah korupsi. Dengan mudahnya mereka melakukan korupsi tidak peduli apakah itu uang haram atau halal yang terpenting bagi mereka adalah menambah kekayaan sebanyak-banyaknya. Padahal disana ada hak-hak milik orang banyak.
Salah satunya contoh kasus suap di kantor pajak. Bayangkan semua orang banting tulang bekerja yang nantinya penghasilan mereka akan disisihkan sebagian untuk digunakan membayar pajak ke pemerintah. Sebenarnya tujuan kita membayar pajak yaitu untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat (peningkatan pelayanan masyarakat). Jadi bisa dikatakan mebayar pajak itu seperti dari kita dan untuk kita lagi.
Namun, hal itu hanya sebagian kecil yang dapat terwujud. Kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang kurang mampu. Uang yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat, malah masuk ke kantong para koruptor. Dapat dikatakan bahwa korupsi lebih membawa ke arah inefisiensi. Korupsi juga menyebabkan pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, ketidakstabilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, ketidakstabilan politik, dan kerugian yang lainnya. Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB 2
ISI

2.1       Analisis
Perbuatan Korupsi tidak bisa dibiarkan berjalan begitu saja dan seakan menjadi sebuah fenomena di negeri ini bila suatu negara ingin mencapai tujuannya. Karena kalau dibiarkan secara terus menerus maka akan terbiasa dan menjadi subur. Seakan-akan perbuatan korupsi itu sah-sah saja dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Disini ada beberapa upaya atau jalan untuk Penanggulangan Korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah dalam menanggulangi korupsi adalah sebagai berikut:
1.      Membenarkan transaksi yang dulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
2.      Membuat struktur yang baru yang mendasarkan bagaimana keputusan itu dibuat.
3.      Melakukan perubahan atau perombakan organisasi yang dapat mempermudah masalah pengawasan atau monitoring dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi (perputaran) penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
4.      Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman dengan sanksi yang berat.
5.      Korupsi adalah masalah nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan sekecil mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka jalan untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur atau susunan organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku pelakunya dengan sanksi yang berat sehingga timbul efek jera bagi pelaku.
Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penanggulangan Korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadaan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus ditingkatkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula jangan sampai ada istilah dinegeri ini Humum seperti mata pisau, tajam kebawah tumpul keatas, artinya bila yang berbuat rakyat kecil maka seakan-akan hukum  berdirik dengan tegak dan sebaliknya yang berbuat pejabat tinggi hukum seakan tidak berdaya.
Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya perbuatan korupsi.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan perbuatan korupsi adalah sebagai berikut:
1.      Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh.
2.      Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi atau golongan.
3.      Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan mulai dari diri sendiri , memberantas dan menindak korupsi.
4.      Adanya sanksi yang tegas dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindakan  korupsi.
5.      Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6.      Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan
bukan berdasarkan sistem “ascription”.
7.      Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran
administrasi pemerintah tidak seperti sekarang yang pegawai negeri seringkali ikut menjadi Tim sukses bagi pasangan tertentu sehingga suatu saat jika pasangan yang diusungnya terpilih makai pegawai negeri tersebut mendapat tempat yang diinginkannya, kasus semacam ini tidak boleh dinegeri ini karena pegawai negeri sebagai aparatur pemerintah harus netral.
8.      Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur dan berwibawa
9.      Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10.  Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi
korupsi, perlu sanksi malu bagi para Koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi seperti yang pernah disiarkan oleh Statsiun Tv bebrapa bulan yang lalu karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi malah banyak penjara yang seperti Hotel dengan fasilitas yang serba lengkap.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya penanggulangan perbuatan korupsi adalah sebagai berikut:
1.      Preventif
§  Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi
pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara
milik pribadi atau golongan dan milik perusahaan atau milik negara.
§  Mengusahakan perbaikan penghasilan (pendapatan/gaji)  bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
§  Menumbuh kembangakan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya raya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan bangsa.
§  Bahwa teladan atau contoh dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
§  Menumbuh kembangkan  pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan apabila mental para pejabat tidak kuat dan apabila didukung oleh kesempatan melakukan tindakan korupsi.
§  Hal yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana menumbuh kembangankan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
2.      Represif
§  Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
§  Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

BAB 3
PENUTUPAN

3.1       Kesimpulan
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Korupsi ini merugikan negara dan dapat meusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi merupakan “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.
Cara penanggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.

Sumber:
research.amikom.ac.id/index.php/SSI/article/download/5262/3377

Tidak ada komentar:

Posting Komentar